LAMPUNGNEWSPAPER.COM, LAMPUNG TIMUR – Restorative Justice terkait penyelesaian hukum kasus Wilson Lalengke kandas, Azzohirry justru diterpa hoax. Salah satu judul berita memuat tuduhan “Konspirasi Polres Lampung Timur Diduga Azzohirry Mengendalikan Tragedi Karangan Bunga”.
Padahal fakta sebenarnya, dalam sidang Restorative Justice yang difasilitasi Kejaksaan Negeri Sukadana Lampung Timur, pada Jumat, 08 April 2022. Pihak, Azzohirry telah berusaha untuk menyelesaikan dan membantu untuk tercapainya perdamaian dengan lancar dan aman. Namun, justru Azzohirry malah dituduh oleh salah satu PH-nya Wilson Lalengke mengeluarkan pernyataan dengan judul berita “Konspirasi Polres Lampung Timur Diduga Azzohirry Mengendalikan Tragedi Karangan Bunga”
Kemudian, di dalam isi berita juga mengatakan, “Terungkap sudah di sidang Restorative Justice di Kejaksaan Negeri Sukadana Lampung Timur, bahwa yang memesan karangan bunga tersebut secara pribadi adalah tokoh penyeimbang adat bernama Azzohirry, lalu, apa maksud dan tujuan Azzohirry itu dalam hal memesan karangan bunga”.
Adapun papan bunga itu dalam tuduhan isi berita bertuliskan “Selamat kepada Tekab 308 Polres Lampung Timur yang telah menangkap oknum wartawan yang melakukan pemerasan, karangan bunga tersebut mengatasnamakan Tokoh Adat Buai Beliuk Negeri Tua Lampung Timur, yang dipesan secara pribadi oleh Azzohirry selaku Tokoh Penyeimbang Adat.
Berdasarkan keterangan Azzohery dengan tegas mengatakan bahwa Penyeimbang Adat Buay Beliuk Desa Negeri Tua dalam memesan papan bunga tersebut sudah melalui musyawarah tokoh adat Buay Beliuk Desa Negeri Tua. “Ketika datang ke Polres pun tokoh-tokoh adat yang hadir,” ujarnya kepada Lampung Newspaper, Senin (11/4/2022).
“Maka ketika terjadi insiden perobohan papan bunga dan perusakan didepan umum, kami sebagai penyimbang adat Buay beliyuk tidak terima atas perbuatan Wilson Lalengke. Apalagi papan bunga tersebut di depan Mapolres Lampung Timur, hal ini sangat dirasakan oleh kami seolah-olah harga diri adat Buay Beliuk khususnya Desa Negeri Tua dilecehkan”.
“Dan mencabik-cabik lambang yang ada tulisan penyimbang adat Buay Beliyuk Negeri Tua dan berita hoaks mereka banyak membuat opini provokatif yang mencabik-cabik harga diri para penyimbang ke buwayan beliyuk, khusus penyimbang adat Desa Negri Tua, ini yang membuat ketersinggungan kedua kalinya, sehingga rencana sidang nanti para penyimbang adat dan masyarakat adat akan mengawal langsung sampai ada putusan dari hakim pengadilan negeri sukadana agar dalam putusan hukuman maksimal,” lanjutnya.
Diungkapkan Azzohirry, pihaknya mengantongi bukti bahwa PH Wilson Lalengke mendokrin dan memprovokasi dan menakuti-nakuti pemilik papan bunga atau pihak perusahan, agar bisa membantu mereka dapat meringankan kasus Wilson Lalengke dkk. “Bukti whatsapp mereka sudah di tangan saya,” ujar Azzohirry.
Azzohery melanjutkan, Wilson Lalengke diduga tidak menghargai aparat penegak hukum (APH), karena viral divideo mengatakan celana dalam dan BH istri APH dibeli dari uang rakyat. “Kta-kata seperti ini seharusnya tidak keluar dari mulut seorang yang katanya sudah mengenyam pelajaran sampai keluar negeri,” setusnya.
Bahkan lanjut Azzohirry, sampai ada beberapa media online memuat isi berita yang mengatakan bahwa “Nampaknya Azzohairry perlu disidang adat oleh Paduka Yang Mulia (PYM) Sai Batin Puniakan Dalom Beliau (SPDB) Pangeran Edward Syah Pernong, agar permasalahan di Lampung Timur terang benderang. Bagi Azzohirry, narasi seperti itu sudah sangat menyimpang jauh dan perlu belajar tentang adat di Lampung.
Sementara, Ketua DPP LSM LIBRA, Benny Purbaya, sekaligus aktivis dan tokoh masyarakat, menanggapi narasi berita yang beredar itu sudah keliru dan perlu belajar lagi dalam menulis berita dalam menilai satu masalah. “Karena saya liat mereka mengait-ngaitkan kasus lain, sedangkan Wilson Lalengke, dkk ditangkap dalam kasus dugaan perusakan di depan umum dan yang satunya dalam dugaan kasus pemerasan.
Menurutnya, berita itu kurang jeli dalam hal menilai satu masalah (kasus, red) yang juga mengatakan bahwa penangkapan Wilson Lalengke diduga direkayasa. “Bahasa ini pun saya rasa malah menambah masalah, karena dugaan semacam itu, seharusnya tidak terucap dari mereka. Kenapa mereka sudah menyimpulkan demikian sedangkan kasusnya belum disidangkan, mereka sudah mengatakan Terungkap,” terangnya.
Baginya, bahasa “Terungkap” bisa disampaikan apabila fakta-fakta dipersidangan dan saksi-saksi telah ditanya oleh hakim atau pun PH-nya di dalam persidangan. “Dasar dari itulah baru kita bisa mengatakan atau menyimpulkan (Terungkap, red),” tandas Benny Purbaya. (*)